Pengertianpajak daerah di atas tertuang dalam UU N0. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Aturan ini menggantikan UU N0. 18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34 Tahun 2000. Draft Akta Pelepasan Hak; Akta Pendirian; Foto Akses Jalan; Denah/Gambar Peta Lokasi; Realisasi Pendapatan Pajak Daerah
Analisistingkat pelayanan jalan (level of service) dilakukan untuk melihat seberapa baik suatu kualitas jalan sebagai penunjang segala aktivitas manusia tersebut. Analisis level of service ini meliputi lingkup kendaraan pribadi dan angkutan umum. Level of service ini ditentukan sebagai suatu parameter terkait mengenai hubungan antara kecepatan
MemperkuatKlaim Perempuan terhadap Hak Sipil dan Meningkatkan Akses atas Perlindungan Sosial The Village Regulation on Marriage Verification: Membuka Jalan untuk Pembangunan Inklusif Gender di Daerah Perdesaan Indonesia: Bunga Rampai Kajian Aksi Kolektif Perempuan dan Pengaruhnya pada Pelaksanaan Undang-undang Desa [Forging Pathways
ContohSurat Lamaran Kerja Tulisan Tangan. 1 salinan MyKad depan dan belakang atau. Lengkapkan Borang Permohonan dan sediakan semua dokumen termasuk. Maklum balas graduan sesi disember 2018 jun 2019 disember 2019 dan jun 2020 berkenaan pelaksanaan konvokesyen politeknik kolej komuniti tahun 2021. Telp 0725 41049 49440 - Fax 0725 49450.
DariAS hingga Rusia, Jalan Mundur Akses Aborsi Aman. Setidaknya ada beberapa negara, seperti Irlandia dan Argentina yang bergerak maju mengatur akses aborsi aman untuk warganya. Belum lama ini Mahkamah Agung Amerika Serikat (AS) membatalkan Roe v Wade â putusan penting tahun 1973 yang melindungi hak perempuan untuk aborsi.
Widyamerupakan orang yang membangun tembok hingga menutup akses jalan ke kediaman Anisa. Rumah keduanya berhimpitan di wilayah di RT 011 RW 010 Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulogadung. "Belum ada (hasil mediasinya)," ujar Camat Pulogadung Chandra, Jumat (5/8/2022) petang. Chandra mengatakan, pihak kecamatan
. LEGAL OPINION Question Sebidang tanah milik kami berbentuk enclave, dalam arti atas sebidang tanah kami dikelilingi oleh tanah milik pihak lain entah oleh beberapa pemilik lain maupun seorang pemilik tanah yang mengelilingi tanah kami. Permasalahan timbul, karena kami menjadi tidak memiliki akses jalan keluar masuk bidang tanah yang kami miliki karena tertutup oleh lahan milik pihak lain. Adakah hukum memberi solusi atas permasalahan demikian? Seperti yang kita ketahui, beberapa modus yang banyak terjadi dalam praktik ialah berupa diborongnya seluruh tanah di sekeliling tanah warga yang tidak berniat menjual tanahnya pada pihak pengembang perumahan, sehingga jadilah pemilik tanah yang bertahan hidup dalam isolasi pengurungan secara demikian. Answer Hak Pengabdian Karang merupakan hak setiap penghuni/pemilik lahan agar ia memiliki akses keluar masuk, air bersih, penerangan, serta pemandangan. Empat unsur utama tempat hunian menjadi bersifat konstitutif, artinya merupakan hak konstitusional setiap warga negara yang tidak boleh direnggut oleh pemilik tanah yang mengisolasi tanah enclave. Hal demikian telah diatur secara tegas oleh berbagai praktik peradilan yang âmenghidupkanâ kembali lembaga hukum yang bernama âPengabdian Karangâ, yang dalam istilah hukumnya disebut sebagai servituut. Hal ini juga diatur secara tegas dalam KUHPerdataâKitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 667 dan Pasal 668. Dalam putusan Mahkamah Agung No. 1427 K/PDT/2011 tanggal 24 April 2012, Telkomsel selaku Penggugat adalah penyewa sebidang tanah yang dibangun menara BTS, kemudian pemilik lahan menjual kepada Tergugat, dimana kemudian Tergugat melarang masuk teknisi Penggugat untuk merawat BTS mereka sementara tiada jalan akses lain. Penggugat melakukan gugatan terhadap pemilik lahan karena hak pengabdian karang-nya dilanggar sehingga tidak dapat mengakses jalan masuk menuju menara pemancar sinyal seluler BTS guna perawatan dan perbaikan. Pihak Tergugat berdalih, perbuatan Tergugat melarang teknisi Penggugat untuk masuk ke lahan pekarangan rumah Tergugat adalah beralasan karena Tergugat adalah pemilik lahan pekarangan rumah yang sah berdasarkan akta jual beli dengan pemilik lahan sebelumnya dan SHM yang telah dibalik-namakan kepada nama Tergugat. Adapun amar putusan PN Jambi yang dikuatkan oleh Hakim Agung dalam tingkat Kasasi perkara aquo, diantaranya berbunyi - Menyatakan atas hukum, perbuatan yang dilakukan oleh Tergugat tidak memberikan izin kepada karyawan Teknisi Penggugat untuk berjalan meniti jalan menuju Base Transceiver Station dan melakukan perawatan terhadap Base Transceiver Station merupakan perbuatan melawan hukum; - Menghukum Tergugat untuk mengijinkan karyawan Teknisi Penggugat untuk meniti jalan menuju Base Transceiver Station guna melakukan perawatan dan pemeliharaan terhadap Base Transceiver Station. Adapun dasar hukum pasal-pasal relevan dalam permasalahan hukum ini, sebagai berikut Pasal 631 KUHPerdata âSetiap pemilik boleh menutup pekarangannya, tanpa mengurangi pengecualian yang dibuat dalam pasal 667.â Pasal 667 KUHPerdata âPemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.â Ă Timbul pertanyaan, bagaimana jika pemilik tanah yang dibebani hak pengabdian karang tidak bersedia menerima ganti rugi tersebut? Berlakulah ketentuan mengenai daluarsa/hilangnya hak setelah 30 tahun. Atau dapat dititipkan uang ganti-rugi di pengadilan sebesar harga pasar atas tanah yang terkena pengabdian karang tersebut. [Note Mengenai Kedaluwarsa sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban, lihat Pasal 1967 KUHPerdata âSemua tuntutan hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena kedaluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan orang yang menunjuk adanya kedaluwarsa itu, tidak usah menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.â] Pasal 668 KUHPerdata âJalan keluar ini harus dibuat pada sisi tanah atau pekarangan yang terdekat ke jalan atau perairan umum, tetapi sebaiknya diambil arah yang mengakibatkan kerugian yang sekecil-kecilnya terhadap tanah yang diizinkan untuk dilalui itu.â Pasal 669 KUHPerdata âBila hak atas ganti rugi tersebut pada akhir pasal 667 telah hapus karena kedaluwarsa, maka jalan keluar itu tetap terus berlangsung.â Pasal 670 KUHPerdata âJalan keluar yang diberikan itu berakhir pada saat tidak diperlukan lagi dengan berakhirnya keadaan termaksud dalam pasal 667 dan siapa pun tidak bisa menuntut kedaluwarsa, betapa lama pun jalan keluar ini ada.â Pasal 671 KUHPerdata âJalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dari beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua yang berkepentingan.â Sementara itu, bagi Anda yang memiliki bentuk tanah model âenclaveâ posisi tanah terisolir karena dikelilingi oleh tanah milik pihak lain, maka ketentuan yang masih berlaku hingga kini dalam praktiknya di Indonesia karena dihidupkan kembali oleh praktik peradilan meski sebelumnya telah di-âmatikanâ oleh UU Pokok Agraria, ialah ketentuan mengenai âHak Pengabdian Karangâ servituut, yang diatur dalam Pasal 674 KUHPerdata hingga Pasal 710 KUHPerdata, sebagaimana diatur dibawah ini Pasal 674 KUHPerdata âPengabdian pekarangan adalah suatu beban yang diletakkan atas sebidang pekarangan seseorang untuk digunakan dan demi manfaat pekarangan milik orang lain. Baik mengenai bebannya maupun mengenai manfaatnya, pengabdian itu tidak boleh dihubungkan dengan pribadi seseorang.â Pasal 675 KUHPerdata âSetiap pengabdian pekarangan terdiri dari kewajiban untuk membiarkan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.â Ă inilah elemen utama unsur dari Pengabdian Pekarangan. Pasal 676 KUHPerdata âPengabdian pekarangan tidak memandang pekarangan yang satu lebih penting dari yang lain.â Pasal 677 KUHPerdata âPengabdian pekarangan itu berlangsung terus atau tidak berlangsung terus. Pengabdian pekarangan yang berlangsung terus adalah yang penggunaannya berlangsung terus atau dapat berlangsung terus, tanpa memerlukan perbuatan manusia, seperti hak mengalirkan air, hak atas selokan, hak atas pemandangan ke luar, dan sebagainya. Pengabdian pekarangan yang tidak berlangsung terus adalah yang pelaksanaannya memerlukan perbuatan manusia, seperti hak melintasi pekarangan, hak mengambil air, hak menggembalakan ternak, dan sebagainya.â Pasal 678 KUHPerdata âPengabdian pekarangan tampak atau tidak tampak. Pengabdian pekarangan tampak adalah yang ada tanda-tanda lahiriahnya, seperti pintu, jendela, pipa air dan lain-lain semacam itu. Pengabdian pekarangan tidak tampak adalah yang tidak ada tanda-tanda lahiriah mengenai adanya, seperti larangan membangun di atas pekarangan, larangan membangun lebih tinggi dari ketinggian tertentu, hak menggembalakan ternak dan lain-lainnya yang memerlukan suatu perbuatan manusia.â Pasal 681 KUHPerdata âSetiap orang berhak mendirikan gedung atau bangunan lain setinggi yang disukainya, asal ketinggian gedung atau bangunan itu tidak melanggar larangan demi kepentingan pekarangan lain. Dalam hal yang demikian, pemilik pekarangan pemberi beban pengabdian berhak mencegah peninggian atau menyuruh mengambil semua yang dilarang menurut dasar haknya.â Ă Inilah yang disebut dengan hak atas pemandangan dan atas penerangan, sehingga bila tetangga sekeliling rumah Anda membuat tembok pembatas rumah yang membuat pemandangan serta pencahayaan rumah Anda terisolir secara fisik, maka Anda punya hak untuk melarang pembangunan demikian. Pasal 682 KUHPerdata âYang dimaksud dengan hak pengabdian pekarangan mengalirkan air dan meneteskan air adalah semata-mata hak mengalirkan air bersih, bukan air kotoran.â Pasal 683 KUHPerdata âHak pengabdian selokan ialah hak untuk mengalirkan air dan kotoran.â Pasal 686 KUHPerdata âHak pengabdian pekarangan mengenai jalan untuk jalan kaki adalah hak untuk melintasi pekarangan orang lain dengan jalan kaki; hak mengenai jalan kuda atau jalan ternak adalah hak untuk naik kuda atau menggiring ternak melalui jalan itu; hak mengenai jalan kendaraan adalah hak untuk melintas dengan kendaraan. Bila lebar jalan untuk jalan kaki, jalan ternak atau jalan kendaraan tidak ditentukan berdasarkan hak pengabdian, maka lebarnya ditentukan sesuai dengan peraturan khusus atau kebiasaan setempat. Hak pengabdian pekarangan mengenai jalan kuda atau jalan ternak mencakup juga hak pengabdian atas jalan untuk jalan kaki; hak pengabdian mengenai jalan kendaraan, mencakup juga hak pengabdian mengenai jalan kuda atau jalan ternak dan jalan untuk jalan kaki.â Pasal 687 KUHPerdata âHak pengabdian pekarangan mengenai air ledeng ialah hak untuk mengalirkan air dari atau melalui pekarangan tetangga ke pekarangannya.â Pasal 688 KUHPerdata âBarangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan, berhak membuat segala perlengkapan yang diperlukan untuk penggunaan dan pemeliharaan hak pengabdian pekarangan itu. Biaya untuk perlengkapan itu harus ditanggung sendiri dan tidak menjadi tanggungan pemilik pekarangan penerima beban.â Pasal 692 KUHPerdata âPemilik pekarangan penerima beban tidak boleh berbuat sesuatu yang mengurangi atau merintangi penggunaan pengabdian pekarangan. Ia tidak boleh mengubah keadaan tempat atau memindahkan tempat pengabdian pekarangan ke tempat lain dari tempat semula, kecuali jika perubahan atau pemindahan itu dilakukan tanpa merugikan pemilik pekarangan pemberi beban.â Pasal 693 KUHPerdata âBarangsiapa mempunyai hak pengabdian pekarangan dianggap mempunyai segala sesuatu yang diperlukan untuk menggunakannya dengan cara memberikan beban yang seringan-ringannya bagi pemilik pekarangan penerima beban. Demikian pula hak mengambil air dari sumber milik orang lain meliputi hak untuk memasuki tempat tersebut dalam pekarangan penerima beban.â Ă Ini merupakan ketentuan mengenai guidance bagi pemegang hak pengabdian karang. Pasal 701 KUHPerdata âBila seorang pemilik dua bidang pekarangan yang sewaktu diperolehnya memperlihatkan tanda, bahwa di antara kedua pekarangan itu dahulu ada pengabdian pekarangan, kemudian memindahtangankan satu pekarangan tersebut, dan perjanjian penyerahan tidak memuat ketentuan tentang pengabdian pekarangan, maka pengabdian ini tetap berlaku untuk pekarangan yang dipindahtangankan, baik pekarangan pemberi beban maupun penerima beban.â Ă Pasal ini menegaskan, Hak Pengabdian Karang turut beralih sekalipun terjadi peralihan hak atas tanah, baik itu jual-beli tanah enclave maupun jual-beli tanah di sekelilingnya. Dengan kata lain, jika terjadi jual-beli atas tanah enclave maupun tanah yang mengelilinginya, maka pengabdian karang itu wajib terus diberlangsungkan dan dihormati oleh pihak pembeli/pemilik baru. Demikian pula diatur lebih spesifik dalam Pasal 13 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PP 40/1996 âJika tanah Hak Guna Usaha karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, maka pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.â Penjelasan Pasal 13 PP 40/1996 âPemberian Hak Guna Usaha tidak boleh mengakibatkan tertutupnya penggunaan dari segi fisik yang terkurung oleh tanah Hak Guna Usaha itu. Oleh karena itu pemegang Hak Guna Usaha wajib memberikan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah yang terkurung memiliki akses yang diperlukan.â Pasal 31 PP 40/1996 âJika tanah Hak Guna Bangunan karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga mengurung atau menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum atau jalan air, pemegang Hak Guna Bangunan wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung itu.â Kesimpulan Bila Anda memiliki tanah enclave, karena suatu sebab, baik karena pihak lain yang mencoba mengintimidasi Anda dengan mengisolir tanah Anda, atau Anda hendak membeli tanah enclave, maka Anda dapat menuntut hak Anda atas pengabdian karang yang menjadi beban pemilik lahan yang mengisolir lahan Anda. Hal ini merupakan mekanisme hukum yang bersifat imperatif dan mengikat, sehingga pihak yang dibebaninya tidaklah dapat menolak hak Anda atas akses jalan dan air serta penerangan, selama hal ini dilakukan secara wajar dan proporsional. Beberapa pihak memang berpendapat bahwa hak pengabdian karang telah di-âmatikanâ oleh Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, namun hukum kebiasaan dan yurisprudensi putusan pengadilan memainkan peran signifikan dalam hukum perdata di Indonesia guna menutup kekosongan hukum, sebagai salah satu sumber hukum formil. ⊠© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Jalan Umum adalah Jalan yang dipertuntukkan bagi lalu lintas umum. Pendirian bangunan di atas jalan umum tanpa hak dan merugikan kepentingan umum dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum. Mendirikan bangunan di atas jalan umum tanpa hak adalah merugikan kepentingan umum, sehingga orang yang dirugikan berhak menuntut ganti kerugian atas akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Dasar hukum nya terdapat pada Pasal 1365 KUH Perdata bahwa Tiap perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan pembuat yang bersalah untuk mengganti kerugian. Dengan berdirinya suatu bangunan diatas jalan umum maka akibatnya mengurangi fungsi jalan umum tersebut, mempersempit jalan umum atau akhirnya lalu lintas jalan umum untuk kendaraan roda dua tidak bisa berselisihan, apalagi untuk kendaraan roda empat bilamana adanya kebakaran maka jelas kendaraan roda empat tidak bisa melalui jalan umum tersebut, sehingga jelas hal ini merugikan merugikan kepentingan umum. Berdasarkan Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UUPA, pada Pasal 6 yang menyatakan bahwa âSemua hak atas tanah mempunyai fungsi sosialâ. Menurut Penjelasan Umum UUPA tentang Dasar-dasar Hukum Agraria Nasional, bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadinya, akan tetapi harus mempertimbangkan kepentingan umum atau kepentingan orang lain. Hal ini merupakan penerapan pasal 6 Undang Undang Pokok Agraria no. 5 Tahun 196 bahwa semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial, tidak dibenarkan jika pemanfaatan tanah yang dimilikiya hanya di manfaatkan untuk kepentingan pribadi tanpa mementingkan kepentingan orang sekitarnya atau kepentingan umum apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Pun kalau lah bangunan tersebut didirikan diatas hak tanah si pendiri, berdasarkan Pasal 667 KUHPerdata yang isinya âPemilik sebidang tanah atau pekarangan yang terletak di antara tanah-tanah orang lain sedemikian rupa sehingga ia tidak mempunyai jalan keluar sampai ke jalan umum atau perairan umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya, supaya diberi jalan keluar untuknya guna kepentingan tanah atau pekarangannya dengan kewajiban untuk membayar ganti rugi, seimbang dengan kerugian yang diakibatkannya.â Maka pihak yang tertutup jalan keluarnya berhak untuk menuntut kepada tetangga/pemilik pekarangan agar diberi akses jalan menuju tanah miliknya. Artikel Terkait Het Recht Hink Achter De Feiten AAN Views 675
LEGAL OPINION Question Sering didengung-dengungkan bahwa tanah punya fungsi sosial. Sebenarnya maksudnya apa yang diartikan sebagai fungsi sosial ini? Brief Answer Terdapat beberapa ekses dari konsepsi negara agraria dengan fungsi sosial ini, yakni 1. Tidak dibenarkan praktik partikelir tanah yang memiliki berbagai hak atas sebagai investasi yang menghalangi akses petani maupun masyarakat berekonomi lemah untuk memenuhi kebutuhan pokoknya berupa rumah tinggal ataupun lahan untuk bertani, sehingga hanya mampu menjadi petani gurem ataupun penyewa/pengontrak rumah untuk tempat tinggal keluarganya; 2. Negara melindungi hak setiap warga negara atas akses jalan dari dan menuju jalan umum dari kediamannya servituut / hak pengabdian karang; 3. Negara berhak melakukan program pengadaan/pembebasan tanah untuk kepentingan umum; 4. Negara wajib menjaga harga tanah dan/atau rumah lewat instrumen pajak progresif hak atas tanah agar para spekulan tidak lagi menjadikan instrumen tanah sebagai investasi yang membuat para penguasa tanah memetikâ keuntungan tinggi lewat aksi âgoreng-menggorengâ harga tanah dan penguasaan tanah yang masif di tangan satu atau beberapa pihak sementara rakyat kecil tidak mampu memiliki lahan/rumah tinggal sendiri. Keberadaan lembaga hak milik atas tanah, tidak diartikan menafikan hak publik atas sumber daya yang bersifat terbatasâsementara setiap warga negara sejatinya saling berbagi ruang diatas ruang tanah yang terbatas tersebut. Sumber daya yang bersifat terbatas, melahirkan falsafah âhak publik atas fungsi sosialââsemisal hak atas akses air bersih, tanah, dsb. Salah satu ilustrasi tanah dengan fungsi sosial sebagai hak publik atas jalan akses keluar-masuk menuju jalan umum, sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 227 PK/Pdt/2004 tanggal 31 Januari 2007, perkara antara - RIDWAN KAWINDA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat; melawan - ONG BIEN SENG alias JEMMY ONG BIEN SEN, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat. Pada tahun 1992, dalam rangka pendaftaran tanah, Tergugat mengajukan kepada Kantor Pertanahan Kodya Ujung Pandang untuk mengukur sebidang tanah bekas Eigendom Verp., dan setelah selesai diukur maka diterbitkan Gambar Situasi dengan atas nama Tergugat. Selanjutnya Tergugat memohon Sertifikasi Hak Milik, sehingga terbitlah Sertifikat Hak Milik No. 783/ atas nama Tergugat. Atas permohonan Tergugat untuk diganti dengan sertifikat baru, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Milik No. 17/Kel. Lariangbangi dimana Gambar Situasi tahun 1992 telah diganti dengan Surat Ukur tahun 1998 atas nama Tergugat dengan batas-batasnya tetap seperti semula. Dalam pembuatan Gambar Situasi tahun 1992, Tergugat yang menunjuk batas-batas tanah dan sekaligus menandatangangi Powert Pallwerk, yang berarti Tergugat mengakui adanya gang kecil lorong sengketa panjang 20 meter lebar 1 meter, sebagai jalan keluar masuk yang digunakan warga masyarakat umum setempat sejak dahulu. Gang kecil tersebut sejak sebelum dibuatkan Gambar Situasi tahun 1992 telah digunakan oleh warga setempat sebagai jalan keluar masuk, hal tersebut diakui oleh tetangga Tergugat. Ketentuan Pasal 6 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria UUPA menyatakan Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang berarti setiap orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah, selain dapat menarik manfaat dari hak atas tanah itu, orang lain juga mendapat dari hak atas tanah itu, orang lain juga mendapat kesempatan memanfaatkan hak atas tanah tersebut. Note SHIETRA & PARTNERS Hak publik tidak diderogasikan oleh keberlakuan hak pribadi suatu individu yang bersifat tidak seimbang dan tidak proporsionalâinilah kata kunci konsepsi âfungsi sosialâ atas hak milik pribadi. Atas dasar keberlakuan Pasal 6 UUPA tersebut, maka gang kecil lorong sengketa harus tetap disediakan sebagai jalan keluar masuk bagi masyarakat, dan oleh karena itu lorong sengketa tersebut mempunyai fungsi sosial. Tahun 1993. Tergugat kemudian menutup gang kecil lorong sengketa, sehingga masyarakat umum tidak dapat lagi keluar masuk, yang berarti Tergugat telah merugikan kepentingan masyarakat umum setempat, termasuk Penggugat. Atas penutupan gang kecil oleh Tergugat, telah ditegur dan diperingatkan oleh Pejabat Pemerintah namun Tergugat tidak menghiraukannya dan sampai kini gang kecil lorong sengketa masih tetap ditutup oleh Tergugat sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkannya sebagai jalan keluar masuk, dengan demikian Tergugat telah menghilangkan fungsi sosial hak atas tanah lorong sengketa tersebut. Atas gugatan Penggugat, amar putusan Pengadilan Negeri Medan No. 39/ tanggal 8 Juni 1999 adalah sebagai berikut - Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; - Menyatakan bahwa hak atas tanah yang merupakan gang kecil lorong sengketa dengan ukuran panjang ± 20 meter dan lebar ± 1 meter mempunyai fungsi sosial sehingga harus tetap dan selalu terbuka sebagai jalan keluar masuk bagi warga masyarakat umum setempat termasuk Penggugat sebagai jalan keluar masuk bagi warga masyarakat umum setempat termasuk Penggugat; - Menghukum Tergugat membuka penutup gang kecil lorong sengketa untuk digunakan masyarakat umum setempat termasuk Penggugat sebagai jalan keluar masuk; - Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi.â Dalam tingkat banding, amar putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 421/PDT/1999/ tanggal 29 Desember 1999 sebagai berikut - Menerima permohonan banding dari Tergugat â Pembanding; - Sebelum mengambil putusan akhir, memerintahkan kepada Pengadilan Negeri Ujung Pandang untuk memanggil para pihak yang berperkara atau kuasanya menghadap di persidangan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan, pada hari Rabu, tanggal 22 Desember 1999 jam Wita bertempat di Lorong antara rumah No. 125 dengan No. 127 Jl. Gunung Merapi, Makassar.â Dalam tingkat kasasi, amar putusan Mahkamah Agung RI. No. 2686 K/Pdt/2000 tanggal 15 Januari 2002 disertai pertimbangan hukum sebagai berikut âOleh karena Pengadilan Tinggi telah salah menerapkan hukum pembuktian, karena berdasarkan keterangan saksi-saksi yang adalah pemuka masyarakat satu pendapat lorong tersebut/tanah sengketa sejak lama telah dipergunakan sebagai jalan keluar masuk oleh warga masyarakat di sekitar tempat itu yang mempunyai rumah di belakang rumah Tergugat; âMENGADILI - Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ONG BIEN SENG alias JEMMY ONG BIEN SENG, tersebut; - Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Ujung Pandang tanggal 29 No. 1999 No. 421/Pdt/1999/ âMENGADILI SENDIRI - Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya; - Menyatakan bahwa hak atas tanah yang merupakan gang kecil lorong sengketa dengan ukuran panjang ± 20 meter dan lebar ± 1 meter mempunyai fungsi sosial sehingga harus tetap dan selalu terbuka sebagai jalan keluar masuk bagi warga masyarakat umum setempat termasuk Penggugat; - Menghukum Tergugat membuka penutup gang kecil lorong sengketa untuk digunakan masyarakat umum setempat termasuk Penggugat sebagai jalan keluar masuk; - Menyatakan putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi.â Tergugat mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan dalil bahwa lorong kecil yang menjadi objek sengketa tidak termasuk kategori jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 Pasal 6 yang berfungsi sosial, sebab tanah tersebut merupakan satu kesatuan dengan hak milik Tergugat dengan Sertifikat Hak Milik. Terhadapnya, Mahkamah Agung seketika membuat amar putusan sebagai berikut âM E N G A D I L I âMenolak permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali RIDWAN KAWINDA, tersebut.â ⊠© Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
Home Peristiwa Senin, 20 Februari 2023 - 0531 WIBloading... Penutupan jalan akses warga di Gang Besan, Serpong, Tangerang Selatan menambah daftar persoalan hak atas tanah yang menghebohkan di wilayah Jabodetabek. Foto SINDONEWS/Dok A A A JAKARTA - Penutupan jalan akses warga di Gang Besan, Serpong, Tangerang Selatan Tangsel, menambah daftar persoalan hak atas tanah yang menghebohkan di wilayah Jabodetabek. Penutupan akses jalan dilakukan akibat adanya proyek pembangunan di atas lahan tersebut, baik oleh pemerintah, pengusaha pebisnis, maupun individu pemilik tanah. Bahkan tak jarang penutupan jalan dilakukan hanya karena ketersingungan pribadi si pemilik lahan. Padahal, tindakan tersebut berpotensi melanggar hukum. Masyarakat yang telah lama tinggal dan menggunakan akes jalan tersebut tiba-tiba terisolir akibat adanya pembangunan dari pemilik tanah atas akses jalan tersebut. Apalagi akses jalan yang ditutup satu-satunya dan warga tidak memiliki alternatif lain. Setiap warga negara, baik individu, masyarakat/kelompok, ataupun lembaga perusahaan memang berhak memiliki tanah. Pemilik tanah berhak mempergunakannya sesuai dengan kepentingannya. Akan tetapi, tanah juga mempunyai fungsi sosial yang harus memperhatikan keseimbangan antara kepentingan si pemilik dengan kepentingan masyarakat dan negara. Sesuai hukum agraria, seseorang yang memiliki hak atas tanah wajib memperhatikan fungsi sosialnya. Artinya, si pemilik tanah harus mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan Pasal 661 Kitab Undang Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa jalan setapak, lorong atau jalan besar milik bersama dan beberapa tetangga, yang digunakan untuk jalan keluar bersama, tidak boleh dipindahkan, dirusak atau dipakai untuk keperluan lain dari tujuan yang telah ditetapkan, kecuali dengan izin semua secara hukum tidak diperbolehkan, namun persoalan penutupan akses jalan warga masih kerap terjadi. Saat ini yang tengan menjadi sorotan adalah penutupan akses jalan Gang Besan di Kampung Cicentang, Rawa Buntu, Serpong. Baca Juga Gang Besan selama ini digunakan warga sebagai akses jalan sejak puluhan tahun. Warga pribumi yang tinggal di sekitar gang menyebut jalan itu telah digunakan sejak tahun 1970-an. Lebar jalannya 3 meter dengan panjang sekitar 1 km. Di atas lahan itu kini sedang dipersiapkan proyek komersial untuk sarana parkir. Saat ini tahapan pengerjaan di lapangan masih proses pemerataan Jumat 3 Februari 2023, pekerja menutup akses gang dengan tembok beton setinggi 2 meter. Penutupan dibuat melintang di tengah gang lalu memanjang sekitar 30 meter menutup akses rumah warga. Pembangunan proyek itu sebenarnya telah disosialisasikan kepada warga sejak tahun 2022, dengan kesepakatan akses jalan tetap dibuka meski hanya 1 meter. Namun di tengah perjalanan, terjadi perselisihan yang berujung pelaporan polisi tentang perusakan barang dari salah satu warga terhadap Bayu. Pelaporan itu disebut memantik kekecewaan Bayu dan bosnya David. Hingga akhirnya akses Gang Besan ditutup total dengan tembok beton. penutupan jalan sengketa tanah akses jalan tangerang selatan rumah dipagar tetangga Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 48 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 10 jam yang lalu 10 jam yang lalu 11 jam yang lalu
ï»żLEGAL REVIEW Di DKI Jakarta, pernah diberlakukan kawasan bebas kendaraan roda dua, sementara kendaraan roda empat dibebaskan untuk melintas, sehingga menimbulkan kecemburuan sosial dikalangan rakyat kecil yang hanya memiliki kendaraan âkelas rakyatâ sepeda motor roda dua. Adapun kaedah norma dimaksud ialah Pasal 3 Ayat 1 dan Ayat 2 Pergub DKI Nomor 141 Tahun 2015 juncto Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor, yang melarang para pengendara motor melintasi Jalan MH. Thamrin, segmen Bundaran Hotel Indonesia HI sampai dengan Bundaran Air Mancur Monumen Nasional Monas; dan Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta Pusat dari Pukul 0600 sampai dengan Pukul 2300 WIB. Selang cukup lama peraturan tersebut berlaku, sampai pada akhirnya terbit putusan Mahkamah Agung RI perkara permohonan keberatan hak uji materiil register Nomor 57 P/HUM/2017 tanggal 21 November 2017, antara 1. YULIANSAH HAMID, pekerjaan Wartawan; 2. DIKI ISKANDAR, pekerjaan Pengemudi / Driver Gojek Angkutan Aplikasi Online, sebagai Para Pemohon; melawan - GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, selaku Termohon. Dimana terhadap permohonan uji materiil yang diajukan kedua warga tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut âBahwa Para Pemohon dalam kedudukannya sebagai perorangan Warga Negara lndonesia, menganggap dirugikan haknya dengan keberlakuan Peraturan obyek keberatan Hum a quo karena tidak berkeadilan bagi Pemohon dan diskriminatif terhadap pengendara sepeda motor padahal setiap orang sama hak dan kedudukannya dihadapan hukum, karena Para Pemohon sebagai golongan menengah kebawah, dianggap sebagai penyebab terjadinya kemacetan sedangkan Pemohon II adalah Pengendara Sepeda Motor dan sepeda motor dijadikan sebagai alat pencari nafkah berdasarkan aplikasi Gojek Online yang tidak bisa mencari nafkah di kawasan pembatasan lalu lintas sepeda motor tersebut sehingga mengalami kerugian yang konkret; âBahwa pokok permohonan keberatan hak uji materiil adalah Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Bukti P-1a dan P-1b; âBahwa setelah mencermati dan mempelajari dalil-dalil permohonan dari Para Pemohon dan Jawaban dari Termohon serta bukti-bukti surat/tulisan yang diajukan, Mahkamah Agung berpendapat bahwa dalil-dalil Para Pemohon tersebut dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut - Bahwa Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. - Bahwa tujuan Pengaturan penyelenggaraan jalan adalah untuk mewujudkan pelayanan jalan yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan masyarakat serta mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu; - Bahwa untuk terpenuhinya peranan jalan sebagaimana mestinya tersebut, pemerintah mempunyai wewenang dan kewajiban melakukan penyelenggaraan jalan berdasarkan pada asas kemanfaatan, keamanan, keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan dan kemitraan sesuai paradigma negara hukum yang diperuntukkan guna kesejahteraan dan ketenteraman warganya, sehingga hukum dan peraturan perundang-undangan yang dibuat adalah untuk rakyat, yang mampu mengayomi, melindungi dan memberi kebahagiaan bagi segenap bangsa dan tumpah darah dan bukan sebaliknya. - Bahwa dengan mendasarkan kepada hal tersebut, adalah keniscayaan bagi Pemerintah untuk terlibat secara aktif dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk melakukan pengaturan penyelenggaraan jalan, yang tujuannya agar hak masyarakat untuk mewujudkan sistem jaringan jalan yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mendukung terselenggaranya sistem transportasi yang terpadu tersebut dapat dipenuhi sehingga masyarakat dapat hidup secara layak; - Bahwa dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas jalan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, ditetapkan Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 juncto Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 obyek keberatan HUM aquo; - Bahwa dasar hukum diterbitkannya obyek keberatan HUM aquo secara eksplisit tertuang dalam bagian konsideran mengingat antara lain adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 Tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas; - Bahwa dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Pasal 133 1 ditentukan bahwa Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan Ruang Lalu Lintas dan mengendalikan pergerakan Lalu Lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan Lalu Lintas berdasarkan kriteria a. Perbandingan volume Lalu Lintas Kendaraan Bermotor dengan kapasitas Jalan; b. Ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan c. Kualitas lingkungan. âSelanjutnya dalam ketentuan PP 32 tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas Pasal 60 1 diatur bahwa Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan ruang lalu lintas dan mengendalikan pergerakan lalu lintas, diselenggarakan manajemen kebutuhan lalu lintas berdasarkan kriteria a. perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan; b. ketersediaan jaringan dan pelayanan angkutan umum; dan c. kualitas lingkungan. âKemudian pada Pasal 70 ayat 1 ditentukan bahwa Pembatasan lalu lintas sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat 2 huruf c dapat dilakukan apabila pada jalan, kawasan, atau koridor memenuhi kriteria paling sedikit a. Memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5 nol koma lima; dan b. Telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan. - Bahwa berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 yang menjadi dasar hukum peraturan obyek keberatan Hum aquo secara jelas memberikan syarat bahwa untuk melakukan pembatasan lalu lintas sepeda motor, dipersyaratkan terlebih dahulu tersedianya jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan sehingga terbitnya Peraturan Gubernur obyek keberatan HUM a quo yang membatasi kendaraan sepeda motor melintasi di jalan segmen Bundaran HI, sampai dengan Bundaran Air Mancur Monas Dan Jalan Medan Merdeka Barat sementara syarat tersedianya jaringan dan pelayanan transportasi publik yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor tersebut belum terpenuhi adalah bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi yang menjadi dasar hukum diatasnya. Oleh karena itu konsepsi yang dirumuskan dalam Pasal 133 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 juncto Pasal 70 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011, tidak menjadi acuan yang cukup digambarkan dalam Peraturan Gubernur Obyek keberatan HUM aquo; - Bahwa Pemberlakuan objek HUM a quo tidaklah memberikan solusi atas masalah kelancaran dan keterjangkauan lalu lintas pada kawasan pembatasan lalu lintas sepeda motor tersebut yaitu jalan segmen Bundaran HI, sampai dengan Bundaran Air Mancur Monas Dan Jalan Medan Merdeka Barat oleh karena pemberlakuan obyek HUM a quo tanpa memberikan solusi atau alternatif penyelesaian masalah keterjangkauan bagi pengendara kendaraan roda dua untuk mengakses jalan, kawasan, koridor dimaksud, semestinya Pemerintah memberikan solusi alternative bagi pengendara kendaraan roda dua dalam memenuhi kelancaran dan keterjangkauan pada kawasan dimaksud sehingga diperlukan adanya infrastruktur lalu lintas yang memadai bagi seluruh pengguna ruang lalu lintas di kawasan tersebut dengan menyediakan jalur khusus bagi kendaraan sepeda motor atau jalur alternatif dengan aksebilitas yang seimbang guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum secara sama dan setara bagi segenap warga Negara yang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk dapat hidup secara layak, sehingga peraturan tidak hanya melindungi serta memberikan kepastian hukum bagi sebagian orang khusus tertentu yang tentunya hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia; - Berdasarkan uraian tersebut diatas materi muatan objek keberatan HUM aquo tidak mencerminkan asas keadilan dan asas persamaan dalam hukum dan pemerintahan serta tidak berdasar pada asas kejelasan tujuan, khususnya asas ke lima, yaitu kedayagunaan dan kehasilgunaan; - Bahwa pembentukan suatu peraturan perundang-undangan in casu Peraturan Gubernur obyek keberatan HUM a quo adalah dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum secara sama dan setara bagi segenap warga negara, sehingga tidak hanya melindungi serta memberikan keistimewaan bagi sebagian orang khusus tertentu sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 dan 6 Undang undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Perundang-undangan; âBahwa berdasarkan pertimbangan diatas, dalil permohonan Para Pemohon beralasan hukum; âKonklusi âBahwa berdasarkan seluruh pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berkesimpulan - Mahkamah Agung berwenang untuk mengadili permohonan keberatan hak uji materiil; - Para Pemohon memiliki kedudukan hukum legal standing untuk mengajukan permohonan a quo; - Pokok permohonan dari Para Pemohon beralasan menurut hukum; âOleh karena itu, permohonan keberatan hak uji materiil patut untuk dikabulkan, dan pasal-pasal yang menjadi objek permohonan harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan selanjutnya memerintahkan kepada Termohon untuk mencabut objek permohonan keberatan a quo; âM E N G A D I L I 1. Mengabulkan permohonan keberatan hak uji materiil dari Para Pemohon 1. YULIANSAH HAMID, 2. DIKI ISKANDAR tersebut; 2. Menyatakan Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda motor, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu - Pasal 133 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 199 Tentang Hak Asasi Manusia serta, Pasal 5 dan 6 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan; 3. Menyatakan Pasal 1 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor juncto Pasal 3 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 141 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 195 Tahun 2014 Tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; 4. Memerintahkan kepada Panitera Mahkamah Agung untuk mengirimkan petikan putusan ini kepada Percetakan Negara untuk dicantumkan dalam Berita Negara.â © Hak Cipta HERY SHIETRA. Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.
BerandaKlinikPertanahan & PropertiDasar Hukum Hak Akse...Pertanahan & PropertiDasar Hukum Hak Akse...Pertanahan & PropertiRabu, 21 November 2012Saya mempunyai pertanyaan, apakah ada hukumnya untuk tanah yang terkurung? Posisi tanah saya di bagian dalam dari tanah milik orang lain tanah kosong, dan tidak ada akses masuk ke tanah saya. Saya pernah mengajukan membeli tanah yang menutupi saya, namun harga yang dibuka sangat tinggi. Pertanyaannya adalah adakah hukum yang mengatur hal ini? Saya yakin banyak di luar sana yang memiliki problem yang sama di mana tanahnya terkurung dan tidak bisa dimanfaatkan atau dijual dengan harga wajar. Terima kasih. Pada dasarnya, permasalahan akses tanah yang terkurung telah diakomodir dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata âKUH Perdataâ. Hal tersebut diatur pada Pasal 667 dan Pasal 668 KUH Perdata, sebagai berikutPasal 667 KUH PerdataâPemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang.âPasal 668 KUH PerdataâJalan keluar itu harus diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum, namun dalam suatu jurusan yang demikian sehingga menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya, bagi pemilik tanah yang dilalui.âBerdasarkan uraian ketentuan Pasal 667 dan Pasal 668 tersebut di atas, maka Anda berhak untuk menuntut kepada pemilik tanah tersebut agar memberikan jalan keluar, melalui tanah milik dari pemilik tanah tersebut. Adapun jalan keluar tersebut diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum. Sehingga, pemberian jalan keluar tersebut hanya akan menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya bagi pemilik tanah. Opsi yang diberikan berdasarkan Pasal 667 KUH Perdata adalah melalui pemberian ganti kerugian yang seimbang dengan kerugian yang diakibatkan oleh pemberian jalan keluar tersebut geevenredigd. Adapun apabila si pemilik tanah memberikan harga penjualan atau ganti kerugian yang sangat tinggi tidak wajar dan tidak seimbang dengan kerugian yang diakibatkan oleh pemberian jalan keluar tersebut, maka Anda dapat melakukan suatu upaya hukum melalui gugatan perdata ke pengadilan negeri jawaban dan penjelasan kami atas pertanyaan Anda. Atas perhatian dan kerja samanya kami ucapkan terima hukumKitab Undang-Undang Hukum PerdataTags
hak atas akses jalan